Jumat, 11 Januari 2013

Day 2

 Cilongkrang, 11 Januari 2013

Peri, cinta pertama saya

Peri
Dokumentasi Pribadi
Bercerita tentang anak-anak adalah cerita tentang cinta. Tentang cinta yang menemani mereka tumbuh dan tentang cinta yang tumbuh karena kehadiran mereka. Kami pun, disini datang karena cinta. Cinta yang menggelora pada tanah air, cinta pada bangsa, cinta pada manusia Indonesia. Cinta pada mereka. Maka, berkenanlah jika kali ini saya goreskan sebuah cerita tentang cinta. Cinta pertama saya di Cilongkrang.

Pukul 07.00 pagi ini, saya bersitatap dengan satu persatu sinar harapan bangsa. Mereka masih terpana dengan kehadiran saya di depan kelas. Mungkin dalam hati bertanya-tanya, kemana perginya Pak Juanda yang biasa mengajar pelajaran agama islam pagi Jumat ini? Siapa pula perempuan yang berdiri di depan kami?

Dengan tersenyum, saya sapa mereka perlahan, lantas menatap mereka satu demi satu. Berusaha meraih kepercayaan mereka. Satu detik berlalu dalam diam, lantas kemudian suara riang dan kecil yang melengking memenuhi paru-paru kelas. Tatapan-tatapan antusias menyala-nyala pagi ini. mereka saling rebut ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu. Ada yang bahasa Indonesianya lancar, ada pula yang masih terbata dan mengejanya lewat bahasa sunda. Ah, apapun bahasa yang mereka ungkapkan, suasana yang muncul hanya satu. Penuh cinta.

Satu jam berlalu singkat bersama siswa kelas dua. Penuh canda dan tawa. HIngga saya menyadari keributan-keributan di kelas sebelah. Keributan yang mengingatkan saya bahwa Kak Wanti, pengajar kelas satu baru akan sampai disini nanti siang. Maka sudah pasti, kelas sebelah penuh teriakan ala anak usia enam tahun. Maka dengan berat hati meninggalkan kelas dua yang baru saya temui, melangkahkan kaki ke kelas satu. Saya beri mereka tugas menulis alphabet, lantas kembali ke kelas dua. Saya pikir menulis 26 huruf alphabet akan membuat mereka sibuk sepuluh menit, tapi ternyata dugaan saya salah. Hanya berselang dua menit, kelas mereka kembali heboh. Segera, saya bergegas ke kelas satu. Tepat pada saat itu bertemu dengan Kak Haleda yang menawarkan membantu mengajar kelas dua. Karena lelah bolak-balik maka tawarannya dengan senang hati saya terima.

Reva, Iyan, Nur, Asrini dan Ahmad berlari ke kursi masing-masing saat melihat saya di depan pintu. Dengan senyum kecil, saya periksa pekerjaan mereka satu-satu. Rata-rata sudah mampu menuliskannya dengan baik meskipun bentuk hurufnya miring sana miring sini. Lantas, saya minta mereka menuliskan nama masing-masing. Maksud hati ingin melihat kemampuan tulis baca mereka. Semua jari mungil itu langsung sibuk menggurat di atas buku. Kecuali satu orang, ya satu anak lelaki manis yang duduk di sudut kanan belakang. Ia hanya melihat saya dan tersenyum-senyum sendiri. Penasaran, saya hampiri ia.
 “namina saha?”, saya coba membuka percakapan dengan bahasa sunda yang terbata-bata.
“Peri,” ucapnya malu-malu.
“Kunaon eta namina teu diseratkeun?”, bahasa sunda saya semakin tak tentu arahnya.
“Nggak punya pulpen,” jawabnya lugu.
Segera saya beri pulpen dan menunggunya menulis. Tapi nyatanya ia lari dan tak pernah masuk kelas lagi. Semenit dua menit ia mengintip dari balik pintu lantas senyam senyum. Saya dekati, ia lari lagi. Hingga pelajaran selesai, Ia akhirnya datang dan minta digendong. Sungguh hari yang penuh kejutan. Hari dimana saya jatuh cinta untuk pertama kalinya di Cilongkrang.


 


Selasa, 01 Januari 2013

Pengharap Kebajikan

Bukannya hendak ikut-ikutan merayakan tahun baru. Namun sebagai adaptasi diri dengan kalender yang digunakan secara umum. Maka, karena ini hari pertama di buku agenda baru tersisip harapan semoga hal-hal yang tertulis di agenda ini selama setahun penuh akan menjadi ladang amal buat menemani perjalanan menujuNya kelak.

Meski tiap hari langit penuh dengan harapan-harapan, maka hari ini doa dan harapan itu berkali-kali lipat jumlahnya. Memenuhi langit dengan warna-warni rupa-rupa. Semoga di atas sana, harapan-harapan yang terkabulkan kelak bermanfaat banyak bagi para pengharap kebajikan.

Semoga harapanku cukup kuat menghadapi perjalanan keras menuju langit. Pun dengan harapanmu. Terlebih harapanku akanmu. Semoga harapan-harapan baik ini kelak berguna menuntun kita menujuNya.