Rabu, 27 Juli 2011

Kelahiran Cutwut

Hari ini, alra ingin bercerita bagaimana dulu susahnya melahirkan cutwut.
Sehari semalem cuy, gile ye? Ngelahirin bayi aja palingan cuma 3 jam. haha
Yah, tapi tak apa. Karna cutwut tumbuh menjadi anak yang shaleh. XD

Naaah bagaimana kelahiran cutwut imut ini? Begini ceritanya,

Setelah bertemu dengan orang tua cutwut di g*iant, alra segera meminta mereka memberi bibit cutwut.
Nah, karena bibitnya berat -berat dosa- maka alra minta sama mas-mas yang jaga di sana buat nganterin si bibit ke kosan. Yup! Nanti sore nyampe kata beliau. Ya sudah, alra pulang dengan hati berbunga tak sabar ingin berjumpa dengan cutwut. Tapi sampai pukul 8 malam, yang dinanti tak kunjung datang. Alra binguuuuuung. Kemudian ada telpon dari nomor tak dikenal.
Jreng jreng jreeeeeng, si mas ga tau jalan ternyata. Huaaaaa
Yah, pada pukul 9 malam barulah si bibit nyampe kosan dengan selamat tapi kelelahan.



Bukan, ini bukan si bibit. Dia ga sebuluk ini.


Yah, kira-kira seperti inilah penampakan si bibit. Berupa lembaran-lembaran kayu yang belum dirakit.
Kemudian, berbekal seperangkat alat shalat obeng dan palu alra merakit si bibit agar segera berjumpa dengan cutwut.


Si obeng yang dibeli dengan harga 20.000

Setelah berjuang mati-matian, akhirnya taraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Cutwut lahir tak kurang suatu apapun. XD


Banyak yang bertanya-tanya, kenapa ga minta mas-masnya ngerakitin? Jawabannya cuma satu saudara-saudara.
Bermula saat telponan dengan ayah, 
alra : "Ohya, ntar tinggal minta sama masnya buat ngerakitin kan Yah?"
Ayah: "Ichin ga bisa? Ah, masak anak TEKNIK ga bisa ngerakit lemari? Gimana bikin rumahnya ntar?
alra : "Terdiam terpaku"


Penghuni Baru

Iseng-iseng liat kalender di Hp, ih waw ternyata udah hampir 1 bulan liburan, \(^,^)/.
Pada gimana liburannya? Seru kan ya? Nah, Alra pengen bagi-bagi cerita nih apa aja yang dah dilakuin selama liburan. Udah makan, minum, mandi, jalan-jalan dan liat sekeliling kamar ternyata banyak penghuni baruuuu.
XD

Hayuuu hayuuu kenalan

1. Cutwut
nah dia ini penghuni paling dibutuhkan. ^^
Bermula karena akhir Juni lalu alra pindahan dari asrama ke kosan. Maka kehadiran cutwut sungguh-sungguh sangat diperhitungkan karena ternyata kosan baru ini ga ada lemarinya. ><
Jadilah akhirnya, alra putar-putar di G*ant nyari lemari kecil dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama sama si cutwut ini XD.



2. Para Sujin



yang ini switswan

hearty

laskar unyu ^^

chikchik

ini dibuat dari koran loooo
masih belum rapi
:D


ini diaa origamihee
XD

Yang dibawah ini para pasukan nilva


tempat penyimpanan aksesoris, para perempuan suka pake pin yang lucu-lucu kan? nah, karena itu alra ngebikin storage nan imut ini :D



Setelah pin yang diinginkan diambil, tinggal tutup deh.
Hemat tempat dan rapi kan? huhu



Yang merah itu, tempat penyimpanan buku atau DVD sementara yang hijau, versi kecilnya.
Biasanya alra nyimpen memo disana, biar kamar rapi.
:D



Klau cutwut hadir dengan memakan banyak tempat, maka para sujin ini hadir dengan memberikan warna.
Menemani alra kalau insomnia di malam hari, atau ga ada kegiatan di siang harinya.
Sungguh bermain-main dengan mereka adalah anugrah terindah dari Yang Kuasa. XD

Sujin, hari ini alra akan membuatkan teman baru buat kalian. \(^^)/
FYI yaaa, itu semua alra yang bikin looooo. Mau dibikinin juga? 

Poetry Hujan : Hujan dan Ibuku


Bu, coba lihat langit yang menggantung di ujung sana. Kau pasti bertanya-tanya mengapa. Mereka gelap Bu, hitam dan pekat. Bukankah itu tandanya tak akan lama lagi rumah kita akan diguyur hujan
Ah, sudahkah kuceritakan kepadamu Bu? AKu selalu suka hujan. Dimanapun aku berada dan kapanpun ia menyapa.
Saat hujan mengetuk lapisan bumi satu demi satu di awal hari, aku selalu membayangkan dirimu yang akhirnya menanggalkan jaketmu dan kembali mengunci motor kecil itu di dalam bagasi rumah. Berarti pulang sekolah kali ini aku akan menemuimu di rumah Bu. Hal teristimewa yang selalu kuminta di tiap sujud-sujud panjangku.

Kalau hujan membersamaiku di jalan-jalan juang ini, selalu kubayangkan dirimu. Yang akan marah saat menyambutku di ujung pintu dan memerintahkanku segera mandi. Namun, diam-diam menyusupkan teh bendera hangat kesukaanku ke dalam kamar. Aih apalagi saat hujan turun ketika aku bersamamu. Kulihat tatapan cemasmu pada uda yang belum jua kunjung pulang.
Kau juga akan mencemaskanku sama besarnya kan Bu?
Aku selalu merasa hangat saat hujan karenamu Bu.

Namun, hujan kemarin malam begitu berbeda Bu.
Aku bersama mereka, tapi aku merasa sendiri. Hujan itu Ia jatuhkan satu-satu tepat menikam ulu hatiku. 
Kau ingat Bu? Kau selalu bilang padaku, untuk menjadi tegar saat kata-kata menjatuhkanku.
Mereka selalu bilang aku sombong, seperti katamu, kubilang yes I am dan berlalu.
Ada yang bilang gampangan, kuucapkan terimakasih dan berlalu.
Bohong, kalau kubilang aku tak tersakiti oleh kata-kata mereka. Hanya saja selama aku masih menjadi anakmu yang kau banggakan. Selama kau masih memanggilku dengan panggilan sayang itu, tak akan kubiarkan luka ini muncul dari mataku.

Kujajal malam yang silau oleh cairan bening yang turun malam ini. Ini, entah perjalananku yang keberapa menuju asrama. Pindahan kali ini, aku sendiri Bu, ingin kuucap pilu kata-kata itu. Mereka ucap mereka keluarga, tapi bahkan kenyataannya sedikitpun tidak. Ah, entahlah Bu. Diantara langkahku yang sudah terseok-seok ini ingin sekali kuhampiri hangat nyaman tanganmu. Hanya di hujan kali ini Bu aku ingin benar-benar lebur dalam pelukmu.


Poetry Hujan : Cinta Lelaki Musim Panas


Aku musim panas, kau mungkin tak tau tapi kami manusia musim panas adalah laki-laki.
Aku baru lahir ketika Ibu membawaku ke segerombolan makhluk berambut dan bergerak, manusia.
Mereka bergerak dengan cara yang teramat unik. Berpindah tempat!
Lamat-lamat kuperhatikan manusia dan cinta mereka, aku menyadari bahwa seharusnya cinta selalu bertuan.
Tapi sepertinya tidak untukku.
Aku musim panas, lelaki dan sedang jatuh cinta.
Ini kisahku.

Aku musim panas, kami laki-laki dan aku sedang jatuh cinta.
Pertama kali mengenalnya, sungguh aku ingin hampiri ia dalam bahasa yang lengkap
Menyusun langkahku satu-satu, merapat ragu
Belum genap kerling mata memandang, ia lenyap seketika
Ada yang sakit di dada sebelah kiri, berdenyut
Pertemuan kita gagal.

Malam ini, kutitip lagi salam rindu
Kau anggun dalam gaun putih itu
Ini makan malam kita yang pertama
Kau tau? dari tadi Ibu gelisah dan harap memandangiku
Bujangnya sudah dewasa, kuukirkan namamu dalam senyumku
Lantas beliau menghardikku dan menyeret harapku pulang
Katanya aku mencintai orang yang salah
Aku tak mengerti, aku bujang, kau gadis
Dimana salahnya?

Besoknya, ibu kenalkan aku seorang gadis yang lain
Kata Ibu, seharusnya aku bersamanya dan meninggalkanmu
Hanya dengannya aku bisa mencinta
Lagi-lagi aku bingung, bukannya cintaku telah menuju jendelamu?
Lalu, apa masalahnya?

Sekarang aku paham,
Kita tak bisa mencinta karena hadirku menyakitimu
Kemaren ia berdenyut, sekarang ingin meledak
Di hadapanku berdiri gadis lain
Sementara di pelupuk mataku menari-nari bayangmu

Hari ini aku menikahinya, 
Namanya Hujan,
Kelak, anakku kan kuberi nama pelangi
Kau tau? Ibu ada benarnya
Daripada berdekatan dan menyakiti biar kita jauh tak bersitatap
Mungkin nanti ada waktu, 
Kau Salju, kita punya kuasa tuk bertemu
Dan biarkan anak-anak kita tumbuh dalam cinta yang bersemi

Kuis Poetry Hujan


Selasa, 26 Juli 2011

Poetry Hujan : Rumah Hujan



Kemana hujan akan berujung
adalah darimana ia berawal
tak ada air yang akan kembali pada api
pun air yang akan kembali pada angin
air akan tetap kembali pada air

Kalau saja hujan dapat menemukan kembali keluarganya
mengapa manusia tidak?
Kalau saja hujan mampu menembus langit
lalu kembali lagi menemui bangsanya
mengapa manusia tidak?

Kalaulah hujan dapat mengenali rumahnya dengan tepat
meski telah mengarungi langit berkilo-kilometer jauhnya
Kenapa kita tak mampu mengenali laut kita dengan tepat?
Dan mesti terkecoh oleh laut-laut yang lain.


Kuis Poetry Hujan

Sabtu, 23 Juli 2011

Poetry Hujan : Riak Waktu Kita


Tak ada yang terjadi di antara kita, meski hanya sehentak kecil kenangan.
Bagimu mungkin hadirku hanyalah riak kecil yang tersapu pesisir. Namun padaku kau hadir layaknya petir yang kerap menyinggahi hujan.
Bertahun-tahun kita mengakrabkan diri.
Tapi tetap saja terseret dalam aliran nafas yang baku.
Ah, kau benar. Mungkin bukan kata-kata yang mampu mengurai hati kita.
Biar mereka lebur dalam pelukan waktu.

Kau lihat?
Hujan saja turun satu-satu, mugkin juga hati kita.
Mereka butuh waktu, lalu buat apa mendesaknya?
Kalau kebersamaan kita sudah terasa menyakitkan, ungkap saja.
Mungkin pada perpisahan hadir keriduan.
Lalu kita sama-sama menyadari bahwa hanya pada hatimu aku berpulang.
Meski mungkin,
kebersamaan kita sudah tak riakan tawa lagi.



Kuis Poetry Hujan
Puisi ini diikutsertakan pada Kuis “Poetry Hujan” yang diselenggarakan olehBang Aswi dan Puteri Amirillis

Rabu, 20 Juli 2011

Menjahit Langit



Yah, kalau aku sudah besar aku ingin jadi astronot.
Karena  di bumi sebelah sini, langit selalu berkabut.
Aku tak pernah tenang memandangnya, aku takut.
Takut kalau kabut yang kulihat menenggelamkanku.
Kau tau kan Yah?
Aku selalu suka memandangi langit.
Entah itu di saat malam, siang, ataupun sore.
Aiiih, aku sangat suka saat mawar langit senja mulai merekah.
Dan mentari yang malu-malu bersembunyi di balik Singgalang.
Langit subuh adalah yang paling damai di antara mereka.
Pergantian malam dan pagi yang bening serta udara yang menari lembut.

Hmm, pernahkah kau perhatikan langit siang?
Ia seakan-akan hendak menarikku ke dalam tubuhnya.
Luas dan berombak-ombak.
Beda dengan langit malam yang tenang.
Apalagi saat bulan biru itu merayap pelan di udara.
Mereka kakak beradik yang mempesona.

Ayah, aku ingin menjadi astronot.
Langit Depok selalu berkabut Yah.
Aku ingin menjahit awan, satu-satu.
Karena aku rindu kakak beradik itu.
Tak mungkinkah Yah?
Ya, sepertinya aku jadi arsitek saja.
Jika tak kuat menjahit langit, aku bisa melukis bumi.
Lalu kau kirim sepucuk surat padaku, 
"Pulanglah nak, jika kau rindu kakak beradik itu. Mereka sedang bermain di pelataran rumah kita."
Tentu Yah, aku pulang.

Selasa, 12 Juli 2011

Random

Kalau kau tanya aku, sungguh aku tak tau jawabannya.

Akhir-akhir ini aku banyak berfikir, sangat sering.
Entah kenapa, beribu-ribu pertanyaan hinggap dan menari-nari di dalam alamku.
Mereka memasuki mimpiku dan lagi-lagi mengajakku menari. Aku antara suka dan tidak.
Jangan tanya aku, karena lagi-lagi aku tak tau jawabannya.


Pertama tentang seorang teman lama yang tak pernah sekalipun kulupakan,
Aku ingat bagaimana cara ia bicara,
pun ingat gaya tertawanya,
hanya sedihnya yang tak pernah kulihat dan kuingat,
ia meragukanku,
dilupakan oleh seseorang yang tak pernah kita lupakan.
Itu, menyakitkan!

Lalu tentang  kawan baru yang hadirnya menyakiti,
Mungkin ini bukan tentang dia,
Tapi lebih dalam.

Pada waktu yang lain, aku memikirkan rumah, sawah dan sungai di belakang rumah.
Adakah ia masih indah seperti saat aku meninggalkannya?
Aku takut, saat aku pulang nanti mereka tak lagi mengenalku.
Sepertimu.
Entah karena aku yang putar haluan atau engkau yang mengubah tujuan.
Atau mungkin saja karena kebersamaan kita menyakitkan.
Jangan tanya aku, karena aku tak tau jawabannya.

Sabtu, 09 Juli 2011

Negeri para Nabi





Ibu, pernahkah ibu melihat masjid Nabawi secara dekat?
Beberapa tahun lagi aku berjanji akan mebawa ayah dan dirimu kesana.
kita rasakan negeri para nabi itu ibu.
Tunggu aku hingga aku mampu mewujudkannya ibu.

Harapan

Apa yang lebih mengecewakan daripada harapan yang telah patah?
Mungkin aku baru mengenalmu sebatas nama.
Baru melihatmu beberapa kali.
Namun, getaran ini terasa berbeda.
Ini pertama kalinya.
Entahlah, hadirmu membuatku resah.

Sungguh, aku baru mengenalmu sebatas nama.
Tapi mengapa, melihat dirimu saja aku tau aku tak layak untukmu.
Ah, apalah yang lebih mengecewakan daripada harapan yang telah patah?

Malu aku bang, saat kutau betapa cintanya engkau pada Sang Maha Cinta.
Lalu kucoba bermimpi bermakmum kepadamu dalam shalat-shalat malammu.
Ataupun menerima uluran tanganmu saat aku terjatuh.
Lagi-lagi bang, ini cuma mimpi.

Entahlah, hadirmu membuatku resah.

Kamis, 07 Juli 2011

Lia Lia Lia


Aku selalu suka mengenang kapan dan bagaimana pertemuan pertamaku dengan orang-orang yang kini bertebaran dalam hidupku. Oh bukan, ini bukan mengenai pertemuan pertama kita kawan, ini mengenai kapan pertama kalinya kubangun sebuah istana untukmu di hatiku. Saat pertama kalinya nama, wajah dan hatimu kuukir dengan tinta ukhuwah.

Malam yang buruk, pikirku saat bang Alfi memintaku bergabung di salah satu acara asrama UI saat itu. Bukan, aku bukannya tidak suka mengikuti kegiatan-kegiatan positif seperti ini. Hanya saja, aku sedang lelah dan ingin beristirahat lebih dari biasanya. Sementara di luar sana dinginnya cuaca hanya tambah memperburuk suasana hatiku.

Duduk sendirian di gazebo saat itu sudah cukup benar-benar membosankan. Apalagi jika harus mendengarkan teriakan bang Alfi yang mengajak maba 2010 supaya ikut kegiatan. Well, saat itulah dia muncul  dengan sweater hijau, celana training dan jilbab hitam. Wajahnya sumringah bak menang lotere ketika menghampiriku. "Haaaaiii, aku Lia dari Tuban," ucapnya dengan aksen Tuban yang masih lengkap. Nice girl, batinku ramah. "Ichin, Minang," kusambut uluran tangannya. Genggamannya hangat, Man, she is charm and expressive.


Chayyoooo

Dengan semangat yang menggebu ia bercerita kalau ia mahasiswa akuntansi dan bla bla bla. Haha, she was starting to be annoying. Beberapa menit kemudian, seorang laki-laki datang dan waw ternyata ia teman dari Lia ini. Ia berteriak hebat saat melihat kehadiran laki-laki ini, STOP! She is totally annoying.:p

Rabu, 06 Juli 2011

Benteng




Lagi-lagi malam ini aku mengingatmu dan merindukanmu. =)
Hei, sudahkah kau terjaga dari mimpi panjangmu?
Bangun, tegakkan subuh ini.
Taukah kau? Subuh ini aku resah.
Ada seseorang yang menyelusup diam-diam ke hatiku.
Tidak, dia tak bersalah.
Ini salahku karena membangun benteng yang terlalu rapuh.
Terpesona hanya karena hal-hal kecil semata.
Aku takut, jika kian hari bentengku semakin luntur.

Aku hanya ingin memberikan hatiku padamu.
Aku tak ingin pernah mencintai yang pemuda lain selain kau.
Kau tau? Fatimah pernah berkata pada Ali,
"Taukah kau suamiku? Sebelum menikah denganmu aku hanya pernah mencintai seorang pemuda."
Ali terkejut, "Siapa dia?"
"Dialah Ali bin Abi Thalib." ungkap Fatimah.
Aku selalu bermimpi suatu saat akan berkata seperti ini juga.

Doakan aku ya, agar aku mampu menjaga hati ini untukmu.
Kan kubangun bentengku kembali.
Benteng yang lebih kuat.

Poetry Hujan : Persimpangan


Hmmm, hujan kali ini aku nak bercerita tentang kegalauanku.
Kamu boleh tertawa, tentu saja.
Hujan kali ini aku temui di persimpangan menuju stasiun Cikini.
Aku baru selesai survey lokasi, sayang.
Untuk tugas akhir ini aku disuruh mengkomunikasikan Taman Menteng. :)
Berat?
Jangan tanya, aku tengah memikirkan bagaimana membuat surat wasiat yang baik karena frustasi mengukur taman ini.
Lelah?Tentu, bahkan beberapa saat aku tak tau bagaimana menggerakkan kakiku.
Tapi tak apa, karena di ujung jalan ini aku akan menemukanmu.
benar kan?

Haha, lagi-lagi aku memikirkanmu.
Kamu tega membiarkanku begini terus?
Entah kenapa, setiap kali hujan menyergap aku selalu memikirkanmu.
Apa yang harus aku lakukan untuk menghilangkanmu dari pikiranku untuk sejenak?
Haruskah aku pindah ke negeri yang tak ada hujannya?
Haruskah?


Kuis Poetry Hujan
Puisi ini diikutsertakan pada Kuis “Poetry Hujan” yang diselenggarakan olehBang Aswi dan Puteri Amirillis

Senin, 04 Juli 2011

Untukmu Calon Dokter yang Hebat.


Assalam ichin, ichin benci kedokteran tapi bukan berarti juga benci dengan anak kedokterankan?
Posted by Fauzan Hertrisno Firman                                                                   Januari 2010


Kita tak pernah saling menyapa saat bersua, bahkan saat itu seingatku kita belum pernah bertemu secara langsung.
Aku hanya mengenal namamu dari daftar-daftar peserta dan pemenang di berbagai lomba matematika. Ataupun dari kisah-kisah lomba dari teman seperjuanganku waktu itu, Yopi Yuanggara.
Postingan di atas adalah awal dari cerita persahabatan antara kita. 

Saat pertama kali kubaca postinganmu di wallku itu, aku bingung pada perasaanku.
Antara sedih, geli dan bingung.
Sedih karena ternyata problemku dengan jurusan ini dipandang berbeda oleh orang-orang. Bahkan darimu yang bersekolah nun jauh di kota Padang sana. Aihh, apakah bukit di sekeliling danau Maninjau ini tak jua mampu menyimpan sebuah rahasia kecil?
Ataukah pagar Agam Cendekia yang tak mampu kutembus ini tak cukup mampu meredam berita kecil tentang PPKB?
Geli karena hidup ternyata begitu unik dan bingung karena entah bagaimana caranya semua ini sampai padamu.Dari dulu ingin kuluruskan kesalahpahaman kecilmu tentangku, tapi entah mengapa baru malam ini ingin kusampaikan.
Aku tak pernah membenci dokter kawan, pun tak membenci ilmu kedokteran.
Aku hanya tak suka pada kenyataan pahit saat kedokteran masih dipandang sebagai raja ilmu oleh sebagian besar masyarakat kita. Bahkan oleh orang tuaku sendiri.


Aku masih ingat saat mengantarkan adikku ke rumah sakit bersama Ibu. Saat itu Ibu berkata padaku, "Chin, dokter itu keren ya? Hebat!."
Belum lagi saat ayah melihat buku bacaanku dan berkomentar, "Buku yang kemaren udah dibaca? Hebat! Cocok di kedokteran dong ya, anak ayah."
Dua orang terpenting dalam hidupku tak menyuruhku menjadi dokter. Tak tertera perintah itu bahkan dalam satu kata pun. Tapi dari sindiran saja aku mampu menelaah, bahwa impian terbesar beliau adalah saat melihatku mengenakan stetoskop dan jas putih di ruanganku sendiri.

Kawan, kalau kau mengenalku saat itu kau akan tahu bahwa tak ada sedikitpun hatiku menginginkan jas putihmu itu.
Ataupun berniat mengalungkan stetoskop itu di leherku. Tak sedikitpun.
Aku ingin menolong orang lain, sangat ingin. Tapi aku tahu, tak hanya dokter yang mampu melakukan itu.
Saat itu yang aku pikirkan hanyalah, kelak aku akan menjadi perempuan mandiri yang tak hanya bertumpu pada imamku.
Namun bukan berarti kewajibanku kuabaikan begitu saja. Kewajibanku menjadi pembimbing bagi anak-anakku. Aku tak ingin, saat-saat berhargaku dengan anak-anakku kelak harus hilang karena kewajiban seorang dokter.
Kau boleh tertawa teman, tentu.
Karena sekarangpun, aku selalu menertawakan pikiran dangkalku ini.
Tapi begitulah, kelak aku tak ingin jauh dari anak-anakku.
Dan hanya bersama mereka pada waktu-waktu yang terbatas. :p

Hei, jangan sampai kau salah paham lagi dengan noteku ini.
Tak ada niat sedikitpun bagiku untuk memandang fakultas atau jurusan manapun dengan sebelah mata.
Karena aku percaya, sebuah rumah tak akan berfungsi dengan baik jika semuanya dibangun oleh pintu saja, jendela saja ataupun atap saja.
Dibutuhkan semua elemen untuk membuatnya kokoh, sempurna dan indah.
Pun dengan kita, tak cukup dokter saja untuk membuat bangsa ini sejahtera. Tak cukup dengan insinyur saja, guru saja ataupun penulis saja.
Harus ada guru, ilmuan, sejarawan, sastrawan, mekanik dan tentu saja arsitek.
Karena kita semua mengabdi dengan apa yang kita mampu berikan.

Untukmu calon dokter yang hebat, kutunggu kontribusi nyatamu dalam kancah yang tak singkat ini.
Jika guru membekalimu dengan ilmu yang tiada hingganya,
Sastrawan mendidik jiwamu biar ia tak mengeras,
Insinyur memberimu kemudahan,
Maka kau Dokter, kau beri keyakinan kepada kami bahwa selalu ada harapan untuk hari esok.
Jadilah dokter yang hebat saudaraku, 
Mereka menunggu senyumanmu di ujung perjuangan sana. :)


#5 D untuk membantu saudara kita di palestina
Doa
Dakwah
Donasi
Darah
Dokter! => Hal yang tak akan bisa ku berikan 
namun aku yakin, Allah selalu beri kita jalan kawan. :)

Persimpangan ini, janjimu Din.


Dulu, dulu sekali sampai-sampai aku lupa kapan tepatnya perbincangan kelabu itu dimulai.
Seorang kawan bertanya padaku, "Apa yang akan kau lakukan saat orang tuamu Dia panggil?"
Aku terdiam agak lama, lamaaa sekali hingga kuputuskan menjawab "Aku ingin, aku dipanggil lebih dulu dari mereka."
Ia tertawa, "Kau terlalu kekanak-kanakan."

Aku takut mati, sungguh takut. Entahlah, mungkin iman ini masih begitu lemah. Sering kubayangkan bagaimana kelak malaikat izrail datang padaku, entah dengan senyuman ataukah dengan pandangan hina.
Aku rindu Dia. Sungguh sungguh rindu.
Aku sering bertanya, kenapa untuk menatapMu Rabb harus kulalui gerbang kematian itu?
Lalu mereka akan memarahiku karena mempertanyakan keputusanMu.
Sungguh, imanku masih lemah.


Kita semua kawan, sedang berjalan menuju kampung halaman kita yang sebenarnya.Kita semuanya akan pulang. 
Dimana Sang Maha Adil menantimu dan menanyaimu.
Dalam perjalanan yang singkat ini, aku selalu bertanya di persimpangan mana aku akan berpisah denganmu?
Entah itu karena aku menggunakan kendaraan yang lajunya lebih cepat ataukah itu engkau.
Kita semua dalam satu arah pulang kawan, hanya cara pulang kita yang selalu menjadi rahasia.

Ternyata Din, di persimpangan inilah kita harus berpisah.
Tak terlalu banyak kisah di antara kita ternyata.
Tapi aku sangat bahagia karena pertemuan pertama kita diawali dengan langkah yang sangat baik.
Pertama kali kusapa dirimu yang malu-malu di Kajian Islam Awal Semester tahun kemaren.
Lalu beranjak lebih dalam di UI SDP itu.
Lalu saat kita sekelas di kelas MPK Agama.
Kau pendiam Din, menurutku. Namun kau tau? Orang pendiam selalu punya kharisma indah. 
Kharisma yang mereka juluki rahasia.

Malam kemaren, saat kutemui dirimu di ranjang bisu itu ingiiiin sekali kupeluk dirimu.
Namun aku takut, raga yang hina ini akan menyakitimu Din.
Kau terdiam disana, dan bahkan aku tak bisa berbuat apa-apa.
Diantara kita memang terlalu sedikit kata-kata Din hingga lidahku kelu untuk memulai percakapan kita.
Aku cuma bisa berkata "Din, cepet sembuh. Ichin kangen."
Lalu kau gerakkan tanganmu yang kugenggam itu.
Aku terlonjak senang. Mungkin ini Allah, yang mereka namakan bahagia itu.

Masih tak percaya aku Din, di persimpangan ini kita berpisah.
Masih dapat kurasakan getarnya tanganmu malam itu. Dan kita telah sepakat melanjutkan pembullyan pada Ipank.
Ternyata kau lebih dulu bersepakat dengan Pemilik Kehidupan ini.
Itu janji Din, janji yang mesti kau penuhi.
Lupakan janji kita.

Kita semua dalam perjalanan pulang Din.
Malam ini sudah saatnya kau temui Ia.
Mungkin saja besok aku atau entah siapa.
Kawanku Nur Fidiini, Sang Cahaya Agama, malam ini telah saatnya kau tepati janjimu.
Belum genap tangan kita berjabat,
Belum sempat mata ini menatap,
Ingin kuungkapkan kata-kata penyesalan,
Namun aku tau, persimpangan ini janjimu Din.

Wahai jiwa yang tenang,
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya.
(Q.S Al Fajr 29-30)


Mengenalmu kawan, adalah ni'mat dari Pemilik Kehidupan.
Jika rindu ini begitu membara Din,
Selalu kuingatkan diri pada janji dari jiwa-jiwa kita.
Kita rancang reuni terindah kita di surgaNya.
:')