Selasa, 26 Maret 2013

Bibit Rindu

Ternyata menemuimu semudah ini. Beberapa hasta saja dari balik peristirahatanku. Kalau aku tau sedari dulu, tak kan lama kupupuk bibit rindu di hati.

Minggu, 24 Maret 2013

Si Agenda Bersaudara

Saya lagi capek tugas, jadi bolehlah ya nyampah di blog dulu. Ceritanya saya mau pamer sejarah agenda-agenda saya. hahaa

si 2010
Saya masih newbie dalam dunia peragendaan. Masih cupu. ><




Si 2011






 Si 2012
 











Agenda ini saya buat, karena ketidakpuasan dengan agenda yang ada di pasaran. ><

Si 2013
Rencananya mau bikin dan print sendiri, tapi ternyata tak selesai saat 2013 datang. Jadinya ya, akhirnya beli lagi. Walaupun ga suka covernya, yah isinya lumayan baguslah.




Karena baru, isinya belum heboh kayak kakak-kakaknya. :D

Masih Tentangmu (Notes)

Setelah sibuk dengan koleksi notes saya, saya memeriksa laci dan menemukan setumpuk notes yang belum diisi. Dan notes ini bukan saya yang beli lo, tapi hadiah dan pemberian teman-teman dekat saya. Saya masih bingung untuk apa notes ini saya gunakan kelak.

Pemberian Ipank, si gendut dari DTK
 
Pemberian Korwat Kajian Islam Awal Semester FTUI

Hadiah menang Juara Surat Cinta FUSI FTUI 2013

Yah, sepertinya predikat ratu notes masih akan terus saya pegang. :p

Sabtu, 23 Maret 2013

Ratu Notes

Tadi siang, karena capek menatap layar laptop yang pindah-pindah dari Word, Powerpoint, Corel Draw, AutoCad, Sketchup, dan Photoshop saya iseng melihat koleksi notes yang ada di meja belajar. Teman sekamar saya, Riris sering bilang bahwa saya ratu notes. Awalnya saya menganggap itu hanyalah efek dari kelebayan Riris, jadi ucapan-ucapannya mengenai ratu notes saya anggap angin lalu saja. Namun, setelah melihat kembali koleksi notes saya, saya rasa kelebayan Riris tidak salah dalam hal ini.

Berikut deskripsi singkat dari notes yang saya koleksi,
 Ah ya, beberapa dari notes yangs aya miliki belum diberi nama, jadi jika ada yang kurang kerjaan dan mau menyumbangkan nama untuk notes malang ini saya rela menerimanya dengan terpaksa. XD

1. Si buku mimpi

 Isinya mimpi-mimpi saya dari jaman belum lahir (oke, ini lebay) sampai sekarang.
Ada ratusan mimpi di dalam buku ini yang masih belum direalisasikan.


2. Yang dahulunya Diari

Buku cantik gaje ini rencananya dulu saya gunain buat diari selama di Depok, namun hanya bertahan beberapa bulan. Saya tak pernah menyentuhnya lagi. Lantas kemudian, saya beralih ke diari digital selama dua tahun, sampai akhirnyaaaaaaaa BLAAAAAR, lalapop (laptop saya) harus diinstall ulang dan raiblah catatan alay saya yang saya susun rapi selama dua tahun.
Sekarang notes ini berakhir sebagai kliping surat-surat dari para penggemar saya XD

3. Yang sekarang Diari

Belajar dari pengalaman, akhirnya saya kembali ke cara konvensional. Terhitung sejak 1 Januari 2013 saya kembali menulis diari di notes. Dan notes inilah yang beruntung mendapatkan perhatian saya.

4. Si Catatan Keuangan


Notes ini, meskipun buluk sesungguhnya sangat berjasa dalam mengatur keseimbangan dompet saya. Perhitungan debet, kredit, hutang, dan piutang dapat dijumpai di sini.

5. Si buku hal-hal aneh dan tak mungkin terjadi (Impossible book?) hahaha

Notes ini saya dapatkan karena berpartisiasi dalam penelitian skripsinya mahasiswa Psikologi. Nah,kalau notes ini gunanya menampung semua pemikiran-pemikiran saya yang kadang saya juga bingung entah darimana datangnya. Jadi, saya merawat sebuah kebiasaan untuk memikirkan lima hal aneh dan tak mungkin terjadi setiap harinya. Pemikiran-pemikiran itulah yang saya tuliskan di sini. Saya pikir, halhal tersebut benarbenar tak mungkin hingga beberapa bulan yang lalu satu persatu manusia di belahan bumi sana mewujudkan pemikiranpemikiran saya. *huwow

6. Si Gaje

Kenapa namanya si gaje? Ya karena isinya yang memang tak jelas. Apapun yang terlintas di kepala saya saat berada di depan notes ini saya keluarkan begitu saja. Kadang saya tulisi cerpen, kadang latihan menulis kaligrafi, kadang menulis kebalik. yah, nasibnya memang begitu.

7. Things to do




Dia salah satu notes yang paling buluk juga. Fungsinya sebagai reminder apa saja yang mesti saya kerjakan. Ada yang bertanya apa bedanya dengan agenda. Ya bedanya, notes ini isinya pekerjaan-pekerjaan yang tetiba terlintas di kepala saya dan tidak ditetapkan deadlinenya. Yah kira-kira seperti stupid book lah.

8. Si Notulensi



Saya benar-benar bingung dengan status notes ini. FYI, notes ini saya beli 3000 rupiah di Pasar Kaget Kutek karena iseng saja. Saya kalap kalau berurusan dengan notes. ><
Isinya tentang catatan-catatan rapat saat saya masih jadi aktipis kampus dulu. kyaakyaa hahahaa
Tentang tugas kuliah sampai catatan belanjaan. Isinya kayak gado-gado kekurangan garam begitu ><

9. Si Kamus




Target saya, menguasai banyak bahasa. Makanya, memiliki kamus pribadi saya rasa sebagai sebuah keharusan dan notes inilah yang pada akhirnya menjadi tumbal. hahaha
Saat ini, saya baru menulis isilahistilah bahasa Sunda karena ikut UI Mengajar kemarin. Dalam waktu dekat akan diisi dengan bahasa Mandarin. hoho

10. Si Kenangan



Ini notes yang paling mengharukan, karena ia ditulis tiga tahun silam oleh keluarga saya angkatan 4 Agam Cendekia. ><

11. Si Tukang Protes

Sebenarnya isinya tak melulu tentang ketidaksukaan saya pada suatu sistem sih, banyak juga tentang ilmu-ilmu yang saya dapatkan dan opini saya tentang suatu hal. Tapi, karena bingung memberi judulnya apa, ya saya tulis saja judulnya ini.

12. Si Agenda

Karena dia agenda, maka tiap tahunnya di ganti lagi ganti lagi.
2010

2011




2012

2013


Dan terakhir, inilah notes koleksi saya ketika bersama ><

Kamis, 21 Maret 2013

Tanpa Judul

Tengah membenci diri sendiri. Mengutuki semua yang telah terjadi. Meski yakin ini akan terlewati, tetap saja akan ada luka yang tak bisa diobati. Meninggalkan jejak luka yang dalam sepanjang hayat.

Tiga tahun mencoba ikhlas. Berharap menemukan yang dicari di sini. Ah, kenapa pemahaman baru muncul sekarang? Tanpa disertai penerimaan dan keikhlasan. Aku benci, pada aku yang tiga tahun lalu semena-mena menentukan nasibku.

Andai bisa ikhlas, andai mampu bersyukur. Allah...

Rabu, 20 Maret 2013

Mengeja Rindu

Dari jutaan kata yang tercipta, aku memilih diam. Dalam gemerlapnya bintang gemintang, kugubah syair kegelapan. Meski mengerti manisnya pertemuan, tak akan ragu kulantangkan perpisahan. Biar aku belajar mengeja rindu dalam kisah tanpa dirimu.

Rasa

Kita mengeja jeda dalam satu dua senja yang belum tiba. Mencari titik dalam setiap noda. Kau membawa sejumput bunga pada pemakamanku yang terdahulu. Meninggalkannya begitu saja di depan nisanku tanpa berkata sepatah katapun. Sontak saja aku mempertanyakanmu. Mungkin dari jedajeda yang kita eja, tumbuh rasa yang tak lagi tersisa.

Selasa, 19 Maret 2013

Kau Mendewasa



Kau mendewasa,  jauh meninggalkan aku yang tengah berkelana. Semenit dua menit perjumpaan kita, memerangahkan aku yang terbiasa akan tiadamu. Bertanya pada diammu yang sungguh sangat memenjara. Bertanya pada hadirku yang tanpa jiwa. 

Kita terbiasa bersama. Hingga ucapan-ucapan cinta sudah tak lagi bermakna. Dan sayang tak lagi menjadi kebutuhan yang kau dan aku harus penuhi. Kadang pertanyaan basi memenuhi ruang sisa di otakku. Mungkinkah kebersamaan kita hanya berupa lagu lama dalam cerita lawas masa lalu? Kita butuh jarak, untuk tahu apakah hadirmu dan hadirku menjadi penentu dalam sebuah kisah indah di ujung pena Sang Penyair.

Kau mendewasa, menciptakan jarak antara kau dan aku yang entah kapan dapat kulampaui. Aku meragu. Akankah pada jarak yang terpaksa kita sepakati bersama muncul rasa merindu. Atau hingga sisa-sisa tinta Sang Penyair menorehkan penutup cerita di lembaran terakhir, kita tetap terpenjara pada sisa-sisa rasa. Bungkam pada logika sederhana bahwa kau dan aku tertakdir bersama.

Sabtu, 16 Maret 2013

Kita telah murtadkah?

16 Maret 2013
Hari ini saya berjalan-jalan lama sekali, dua jam lebih mengelilingi UI. Berputar-putar dari satu fakultas ke fakultas lain. Hanya untuk memikirkan beberapa pertanyaan yang sedari pagi menyita seluruh perhatian di otak saya. Yah, kadang pemahaman muncul saat memperhatikan sekeliling. Berpikir jauh, menyendiri.

Pertanyaannya sederhana, bermula dari kegiatan saya berselancar di jejaring sosial facebook. Sejak kapan, kita bisa mengukur kadar keimanan seseorang? Ah, bahkan mengetahui keimanan sendiripun tak mampu. Kita tak berhak bukan? Tak layak bukan? Apa ada prasyarat tertentu yang ketika mereka terpenuhi akan menjadikan kita mampu, layak dan berhak untuk mengukurnya? Manusia, bahkan untuk menentukan saudaramu berbohong atau tidak kau masih sering salah. Apalagi iman?

Lalu, sejak kapan pula simbol keikutsertaan pada sebuah kelompok menjadi tolok ukur keimanan? Apa landasannya? Apa hakmu mengerdilkan manusia lain? Ah, aku benci pada makna-makna luhur yang semakin direndahkan. Bukan oleh mereka yang menginginkan agama ini hancur tapi olehmu, saudara yang kupikir berjuang sejalan denganku. Ah, hari ini semua kekagumanku pada ketangguhan kalian luntur sudah. Hilang, lenyap.

Sesungguhnya, aku tengah bertanya-tanya. Dengan teori kalian dan pemikiran kalian yang seperti itu di mata kalian, aku telah murtadkah?

Setengah Dunia

Kita merana. Dalam suka, kita memilih diam dan menganak tirikan kata. Setengah dari kita merasai dosa, mencoba mengertikan bahasaNya dengan mata yang setengah terbuka. Setengah yang lain merengek-rengek bilang itu pahala. Menyisakan sedikit sisa pengharapan di usia yang memasuki senja. Setengah dari kita diam, menatap jauh ke ujung senja. Dimana cakrawala bermula. Di horizon, tempat perjanjian langit dan dunia. Setengah yang lain menekur dalam, masih, terbakar dalam dosa. Setengah lagi haru. Entah, entah apa yang dia tunggu. Dan setengah - setengah yang lain hilang. Masuk ke dalam dunianya masing-masing. Dan kita memilih diam. Menganak tirikan kata. Menjauhi dunia.

Kamis, 14 Maret 2013

Aku merenung, sudah, begitu saja.

Depok, dibalut petir dan gemuruh yang tengah bercengkrama. Aku diselimuti kekhawatiran dan kecemasan. Kau sejahtera dengan kebijaksanaan dan kesederhanaan. Aku tidak mengiri, tidak pula mendengki. Hanya tengah menekuri dan menyesali. Adakah lebih yang Allah selipkan di harimu dan rugi di hariku.

Tentu saja. Ada lebih bagi ia yang mencinta. Aku mempertontonkan ketidakmengertianku pada dunia dengan mempertanyakan keadilan. Memalukan. Ia bukan tentang pembagian yang sama rata seperti di matematika. Ia layaknya perhitungan persentasi. Makin besar pengalinya makin besar hasilnya. Untuk sementara ini, pemahamanku terhenti sudah. Entah agar aku lebih mengerti atau memang ini pemahaman hakiki.

Selasa, 12 Maret 2013

Sepertinya sudah lama sekali sejak terakhir kali kau muncul dan menamparku di ulu hati yang tepat. Ya, datang saja seperti ini. Aku mungkin sudah gila karena merindumu.

Kau tau, aku tak sekuat yang kau lihat dari luar. Aku tak setangguh itu. Berpura-pura itu sesungguhnya menyenangkan bukan? Semua seolah-olah mengerti tentangmu padahal tak tau sama sekali.

Kamis, 07 Maret 2013

:3

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."
Pramoedya Ananta Toer

Suatu hari, ingin mendengar seseorang mengucapkan ini padaku.

Selasa, 05 Maret 2013

Kenapa harus aku, Tuhan?

Mereka yang mampu melakukan apa yang aku belum mampu lakukan. Dia yang menerima setiap ujian dengan sabar dan tetap tersenyum menghadapinya. Setidaknya dia yang tidak lagi mempertanyakan kenapa harus aku, Tuhan? Sungguh pribadi yang mulia. Cerminan mukmin sesungguhnya. Hari ini dari musibah yang mereka hadapi, aku belajar banyak hal. Memahami hidup dengan lebih baik.

Kehilangan

Banyak sekali cara memahami kehilangan. Kadang ingin berteriak dan mempertanyakan keadilan hidup. Dan pertanyaan kenapa harus aku? selalu muncul, menjamur dan memenuhi segala ruang pikir. Kekesalanpun selalu muncul saat ada yang meminta buat bersabar, buat ikhlas. Merasai kehilangan tak akan pernah mudah. Tak pernah ada yang akan benar-benar mengerti bagaimana merasa kehilangan. Layaknya cerita hidup, setiap orang menanggung ujiannya masing-masing.

Aku pernah merasai kehilangan. Kaupun pernah. Namun kehilanganku tak akan sama rasanya dengan kehilanganmu. Akupun tak akan memintamu buat ikhlas. Karena aku tak tau bagaimana rasanya berdiri di posisimu.

Kehilangan selalu bisa dimaknai kemudian hari. Kehilangan akan mudah dimaknai dari sudut lain dari kotak sandiwara ini. Mungkin bukan sekarang, mungkin nanti atau mungkin saja maknanya muncul jika aku melihat ke belakang sebentar. Apapun itu, makna kehilangan akan membuatku meneteskan airmata syukur.

Dari sini, sebagai saudara seiman kupintakan kau semoga sabar. Semoga ikhlas. Dan segera merasai makna kehilanganmu. Semoga hatimu selalu dalam pengharapan padaNya.

Pengingat akan kelemahan kita atas kehendakNya. Teruntuk dua kaka kelas yang hari ini merasai kehilangan.

Minggu, 03 Maret 2013

Perasaan ini, saya benci


“Jangan-jangan antum malah menjadi penghalang dari dakwah ini”
Kalimat yang membuat sebagian hati saya nyeri meski pertanyaan tersebut bukan tertuju pada saya langsung. Pernahkah kehadiran kalian ditolak oleh orang yang kalian sayangi? Atau pernahkah tidak mendapatkan apa yang kalian idam-idamkan setelah sekian lama?

Bukankah rasanya begitu menyakitkan? Mengecewakan? Meninggalkan luka yang begitu susah disembuhkan. Tapi biar kuberi tau satu hal. Rasanya tak akan sepedih saat hatimu merasa bahwa kaulah yang menjadi penghalang dakwah selama ini. Saat menjadi penghalang tegaknya agamaNya, tak akan ada tempat mengadu. Semua pedihnya berkumpul seperti semua pintu menuju ridhoNya sudah tertutup untukmu.

Pukul tujuh pagi kala itu, pukul sebelas malam sekarang. Berminggu-minggu sudah lewat dari pagi yang menyesakkan itu. Tapi rasa pedihnya tak berkurang sedikitpun. Semilipun tidak.

Jumat, 01 Maret 2013

Borno, Hanya Dia


Jika kelak, aku sempat bertemu dengannya. Sempat menjabat tangan dan tenggelam dalam pandangannya. Akan kuhaturkan sepuluh jari dan kutundukkan kepala di hadapan ayah. Meminta ayah meminangnya untukku. Seandainya, seandainya aku bertemu dengannya, Borno, bujang berhati paling lurus di sungai Kapuas.

*Borno, tokoh utama Di Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah, Tere Liye