Sabtu, 31 Desember 2011

Hiratahirata


Desember berakhir, lalu apa? Bukankah yang akan datang hanyalah hari-hari sama yang tak terelakkan? Aku heran bagaimana banyak orang membuat hal-hal tak penting menjadi terlihat sebegitu pentingnya. 2011 dan 2012 hanya menjalankan perannya masing-masing. Hanya sebatas itu. Lantas kenapa terlalu banyak yang menggembirakan peran mereka? Sementara peran kita masing-masing belum dijalani dengan benar.

Ada yang pergi dan kembali, ada pertemuan dan perpisahan. Mereka selalu ada, tak terelakkan.
Kenapa tak kita ambil saja hikmahnya? Ada kelahiran kita, maka nanti akan datang masa saat meninggalkan ini semua. Kalau Desember bertugas mengakhiri 2011 ini, putuskan apa yang akan kau pinta sebagai pengakhir tugasmu di sini. Kecintaan akanNya kah, atau hanya sebuah kepastian bahwa sudah waktunya kau pergi.


hiratahirata
ada yang bertanya kau itu apa
ada yang ingin tau kenapa kau ada
Aku heran kenapa mereka bertanya
Jika hukumNya, kau tercipta

Pertemuan (jiwa) Kita


Tanpa pandang yang bersitatap, tanpa suara yang mengalir berirama senada. Hanya dengan nafas yang berhembus pelan dalam genggam tangan Allah. Aku mengenalmu dalam batas fajar yang menghitung satu dua datangnya subuh.  Ada kalanya, kupikir hanyalah selama langit merona kemerah-merahan kala senja.
Belum cukup bagiku untuk menggambar rupamu dalam lembaran-lembaran hati ini. Hanya nadi kita yang mengenal, berdenyut akan landasan iman yang sama. Andai ada satu kesempatan, menggenggam tanganmu sejenak dan bercerita tentang kerisauan hatiku. Tentu ada bahagia yang tumbuh di sana.

Pertemuan jiwa-jiwa kita  hanya sebutir pasir dari pertemuan-pertemuan jiwa-jiwa lain di luar sana. Ada banyak kejadian, setiap detik ada yang bertemu dan ada yang berpisah. Lantas kenapa pertemuan denganmu membekas erat dalam tarian-tarian neuron di kepalaku? Padahal pertemuan kita hanyalah pertemuan dalam ruang bisu tanpa suara.

Hari ini angin dan hujan berkejar-kejaran dalam pandangan mataku. Akupun sentak merenung, membayangkan suatu nanti kita terpisah. Sedih. Membayangkan tak akan ada lagi yang rutin menyapaku lewat candaan-candaan khasmu. Ah, tanpa kusadari aku telah jatuh cinta padamu. Cinta yang bertumbuh kembang dalam ruang-ruang bisu.

Tanpa kata, aku tau,pertemuan kita adalah pertemuan dengan cinta yang tak akan pernah berakhir sia-sia.
Dan aku tak akan pernah berharap lebih, jika tak sempat mata kita bersitatap di dunia dimana matahari dan siang menjadi pemisah dua hal ini. Biar kita saling berpegangan tangan menuyusuri ilalang-ilalang tua yang hangat dalam jannahNya.







Jumat, 30 Desember 2011

Langit November




Pernahkah kau berfikir bahwa awan terlihat seperti bunga? Bergelombang dan bermekaran. Mereka seperti pernyataan cinta yang tak ada habisnya setiap hari. Hari ini satu awan bunga jatuh lagi. Itu artinya ada yang tengah terluka, putus cinta. Sayang sekali, padahal sekarang sudah mulai senja, bunga mereka harusnya sebentar lagi merekah menjadi mawar merah yang indah. Tapi tetap putus di tengah jalan, terbawa angin november yang sepi ini.

Larutan Mimpi

Hari ini aku menambahkan sebuah bahan lain ke dalam larutan mimpiku. Lalu tiba-tiba ia meleduk, berasap-asap. Aku bingung, tak terlalu mengerti kimia tapi terlalu senang bisa bekerja di laboratorium mimpiku. Akhirnya dua jam penuh kuhabiskan memperhatikan asap yang berwarna jingga bercampur merah muda itu. Asap-asap itu cuma mampu bergerak sejauh lima meter dari tempat terlahirnya. Ah, sayang sekali. Padahal warnanya akan cantik jika sampai memenuhi kamarku. Lima menit kemudian, yang tersisa hanyalah letupan-letupan kecil selama beberapa detik. Kuperhatikan larutan yang sekarang tinggal beberapa mililiter itu, sedih. Yang tersisa darinya hanyalah udara-udara merah jambu dan aroma arum manis yang sedikit gosong. Sepertinya aku bisa menebak, mimpi mana yang terbakar hari ini.

Kamis, 08 Desember 2011

Rona Cinta Sang Surya

Sudah lama tak bercerita di sini. Ah, bukan. sudah lama jari jemari ini tak bertemu rindu dengan tuts-tuts hitam.
Kali ini aku akan bercerita untuk pertama kalinya, ya untuk pertama kalinya dalam hidupku aku bersyukur berada di sini. Di dunia perarsitekturan ini.

Biarlah kisah cintaku dengan kertas-kertas gambar ini kuawali dengan salam hangat dari langit yang kucintai.
Senja itu saat Depok tengah sibuk dengan lalu lalang kendaraan-kendaraan Depok-Bogor, aku dan mahasiswa arsitektur lainnya masih terkurung dalam studio, Gedung S lantai 6 fakultas teknik ini.
Di sinilah biasanya aku berkeluh kesah tentang tugas-tugas yang panjang dan tak kenal lelah.
Namun kali ini beda, kucoba tersenyum memandang tugas maket yang belum juga selesai sejak kemaren pagi.
Ah, sudahlah, biar saja hati ini mengeluh melulu. Nanti akan reda sendiri.


Tiga, lima, tujuh menit lamanya aku kembali menekuni tusuk-tusuk sate yang harus kususun menjadi maket struktur hingga terdengar teriakan terpesona dari orang-orang di sekitarku. Kususuri pandangan mereka lekat-lekat. Di ufuk barat, matahari tengah tersenyum kepada kami. Dia merona kemerah-merahan. Itu rona cinta pada pejuang-pejuang cita-cita yang masih berjibaku dengan asa saat yang lain telah diam dalam lelahnya.