Hidup, hanyalah sebuah fragmen singkat yang kau tak
tahu kapan masa berakhirnya. Kau, aku, kita adalah lakon-lakon kecil dalam
pertunjukkan singkat ini. Kita saling berbagi peran masing-masing. Dan
sejatinya, peran-peran sepele ini tak akan pernah bisa digantikan orang lain.
Kau tercipta khusus untuk peranmu, pun aku.
Seperti
kataku pada awal-awal pertemuan kita, hidup ini tak ubahnya seperti sebuah
ruang kelas. Hanya ada satu penguasa di ruangan ini. Kalau saat ini di
ruang-ruang kelasmu kau panggil dia dengan sebutan guru, maka penguasa hidupmu
juga seorang guru. Maha Guru yang Maha Tahu. Bertahun-tahun
lamanya kita beradu kecerdasan dalam kelas besar yang bernama dunia. Saling
berlomba merebut kasih sayang Sang Maha Guru kita. Persis. Persis seperti apa
yang kita lakukan di ruang-ruang kelas kecil di sini. Yang kusukai dari kelas
ini adalah kejutan-kejutan menyenangkan dari Sang Maha Guru kita. Tak pernah
ada pemberitahuan akan ujian-ujian kecil yang diberikanNya kepada kita. Mereka
selalu datang tanpa komando, lantas menghampiri siap ataupun tidak. Kau harus
belajar cepat, persiapan sepanjang hidup. Lagi-lagi
seperti kelas-kelas belajarmu, kau tak akan ditinggal sendirian tanpa pedoman.
Rasul-rasul terdahulu adalah murid-murid pilihanNya yang teristimewa. Untukmu,
ditinggalkan beribu kisah tentang keteladanan mereka. Satu pedoman yang utuh.
Namun yang kusayangkan, kita sering lupa bahwa ada pedoman lain yang lebih
lengkap, lebih utuh. Pedoman itu ditinggalkan begitu saja padahal kita paham pedoman
itu murni berasal dari Sang Guru.
Aku
sering merana saat memahami pola pikir kita, para mahasiswa. Saat seorang dosen
memberi prasyarat tugas, kita mati-matian mematuhi permintaannya. Simple,
karena kita ingin lulus dengan nilai memuaskan. namun tak sedikit dari kita
yang meninggalkan alqur’an. Aku jadi sering bertanya-tanya, apa nanti saat
ujian kelulusanNya berlangsung kau tak ingin lulus dengan nilai memuaskan? Apakah
janji surgaNya tak cukup bagimu?