Kawan, hari ini nak kuceritakan sebuah kisah. Tentang seorang laki-laki yang kupanggil Abang.
Orang yang di depannya kurasa aku tak mampu membanggakan apapun. Karena aku padanya adalah daun pada kamboja di kala senja.
Jika bicara ketaatan, entahlah. Tak pernah kutemukan ia selain di sekolah, rumahku, rumahnya dan masjid.
Jika bicara kecerdasan, aku lupa berapa kali kusodorkan buku matematika itu ke meja belajarnya. Lalu termanggut-manggut pada kalam-kalam logis dan matematis yang ia gunakan.
Sekali lagi bicara kecerdasan, selalu, rajaku mangkat tak bersuara pada langkahnya yang ketiga.
Walaupun aku perempuan dan ia laki-laki, aku selalu terperangah mendengar kelembutan tutur katanya.
Lihat betapa ia menunduk merdu di hadapan Ibu Bapaknya.
Atau tatapan hangat pada adik-adik belia di ujung sekolah sana.
Kadang di sore yang beraroma hangat, aku dan udaku bersepeda ke rumah nenek melewati rumahnya.
hmm, lagi-lagi kutemui ia tengah menyapa gemerisik dedaunan yang terbengkalai di depan rumah.
Terkadang bercengkrama dengan bunga-bunga yang selalu bermanja-manja padanya.
Aku padanya adalah merah pada senja.
Dihadapannya aku malu melihat bagaimana caraku memperlakukan hidup.
Kemarin ia ungkap kepadaku, betapa tak enaknya menjadi pegawai kecil di ujung bumi sana.
Dan aku hanya diam menyaksikan mimpi-mimpi hebatnya yang padam pada lembaran-lembaran rupiah.
Dalam hati aku ingin berbisik, andai kau bisa memilih di rumah mana engkau dilahirkan Bang.
Aku yakin, saat ini kau akan berdiri di garda terdepan sebagai sang pemimpin perubahan.
Tak hanya tenggelam dalam gulungan-gulungan kabel dan paku di dalam bumi sana.
Dan lagi-lagi, aku padamu adalah merah pada langit senja yang terbakar.
Kau katakan padaku, "Dek, hati-hati di perantauan. Jaga semangatmu untuk mencapai semua impian yang kau ceritakan dahulu. Terlepas dari itu semua, dalam do'a-do'a diri yang lemah ini, selalu kupinta agar kau selalu dalam jalanNya.
Demi Dzat yang nafasku ada dalam genggamanNya, tak satupun dari mimpimu yang akan tercapai Dek, jika kau hidup dalam linangan dosa atas pengingkaranmu terhadapNya."
Mungkin sekarang dalam pandangan makhluk kau hanyalah pegawai kecil yang makannya tertera dalam lembaran surat yang mereka tanda tangani setiap bulan, dan aku adalah mahasiswi dari sebuah kampus yang katanya motor dari pergerakan.
Namun, aku selalu iri pada bagaimana Tuhan memandangmu yang begitu kuat.
Ujian Bang, hanya diberikan pada orang-orang yang kuat.
Dan aku padamu adalah merah pada langit senja yang terbakar menyala-nyala.