Laut dan langit. Dari dua biru yang kusuka ini, untukmu kuberi laut. Biar kau berenang bebas di dalamnya, memulai dan menjalani hidup yang damai. Walaupun aku tak yakin, kau menyukai air atau tidak. Tapi di mataku, kau terlahir untuk warna biru. Maka kuanggap saja kau dikirim untuk membangun peradaban di laut. Ah, apa hakku berlagak seperti Tuhan lalu memutuskan bagaimana caramu menjalani hidup?
Kelak, sementara kau beradaptasi dengan ombak dan angin laut disini, aku akan menjalani hidupku dengan menjauhimu. Mencoba segala cara yang bisa kutempuh untuk mencari langit. Entah dengan mendaki gunung atau menumpangkan nafasku di dalam balon udara. Kalau kau hidup di laut, maka sudah selayaknya aku mendekatkan diri kepada langit bukan? Karena takdir mereka, menjadikan mereka tak akan pernah bertemu kecuali saat hari akhir datang. Seperti jiwa kita yang tidak saling mengenal. Dan biarlah mereka tetap begitu, asing satu sama lain.
Sesekali, jika harimu senggang cobalah mengintip langit bertabur bintang dari lautmu yang tenang. Rasakan tenangnya, indahnya dan bahagianya menatap jauh ke halaman Tuhan yang tanpa tepi itu. Ketenangan itulah yang selalu diberikan alam saat aku mendengar namamu. Perasaan lapang yang menenangkan, damai, ramah, dan ribuan kata ganti untuk kebahagiaan lainnya. Perasaan yang hanya kau peroleh saat menatap langsung ke dalam halaman Tuhan. Kelak, semoga aku juga mampu menjadi langit bagi setiap penjelajahan yang terjadi di atas lautmu. Menjadi penunjuk arah bagi petualang yang tersesat, meskipun itu berarti harus menjaga jarak darimu dalam periode terjauh.
Jiwa kita tidak saling mengenal. Dan biarlah mereka tetap begitu, asing satu sama lain.
Kelak, sementara kau beradaptasi dengan ombak dan angin laut disini, aku akan menjalani hidupku dengan menjauhimu. Mencoba segala cara yang bisa kutempuh untuk mencari langit. Entah dengan mendaki gunung atau menumpangkan nafasku di dalam balon udara. Kalau kau hidup di laut, maka sudah selayaknya aku mendekatkan diri kepada langit bukan? Karena takdir mereka, menjadikan mereka tak akan pernah bertemu kecuali saat hari akhir datang. Seperti jiwa kita yang tidak saling mengenal. Dan biarlah mereka tetap begitu, asing satu sama lain.
Sesekali, jika harimu senggang cobalah mengintip langit bertabur bintang dari lautmu yang tenang. Rasakan tenangnya, indahnya dan bahagianya menatap jauh ke halaman Tuhan yang tanpa tepi itu. Ketenangan itulah yang selalu diberikan alam saat aku mendengar namamu. Perasaan lapang yang menenangkan, damai, ramah, dan ribuan kata ganti untuk kebahagiaan lainnya. Perasaan yang hanya kau peroleh saat menatap langsung ke dalam halaman Tuhan. Kelak, semoga aku juga mampu menjadi langit bagi setiap penjelajahan yang terjadi di atas lautmu. Menjadi penunjuk arah bagi petualang yang tersesat, meskipun itu berarti harus menjaga jarak darimu dalam periode terjauh.
Jiwa kita tidak saling mengenal. Dan biarlah mereka tetap begitu, asing satu sama lain.