*Marriage
Burreau for Rich People
Banyak yang bertanya, kenapa sebagian orang begitu
ingin berlelah-lelah menggunakan waktunya untuk hal-hal yang sebenarnya tidak
begitu memberikan manfaat nyata untuk dirinya pribadi. Entahlah, istilah SO
atau Study Orriented sudah semakin
merebak saja belakangan ini. Tidak,
saya tak ingin menyatakan mahasiswa-mahasiswa SO ini buruk. Sama sekali tidak. Saya
hanya berpikir, jika sejak dari bangku perkuliahan saja generasi muda sudah
dibiasakan melakukan sesuatu yang hanya untuk keuntungan pribadinya, apakabar
kelak saat tampuk-tampuk kepemimpinan sudah berada pada generasi kita? Dan
apabila generasi muda terdidiknya saja sudah begini, apalagi mereka yang tidak
mengenyam pendidikan?
Mungkin
terlalu muluk jika saya bermimpi mengubah cara pandang seluruh pemuda
Indonesia. Yah, apalah saya dibandingkan kemewahan duniawi ataupun kesenangan
fana ini? Mengajarkan kesenangan itu gampang, tapi melatih diri menghadapi
kesusahan adalah tantangan terberat dalam hidup para pemuda. Tapi dibalik itu
semua saya yakin, bahwa di ujung negeri sana, di pelosok kampung yang jauh dari
hiruk pikuk kemacetan metropolitan, masih terdapat emas-emas murni yang siap
disepuh. Mereka hanya perlu disadarkan bahwa mereka adalah emas, bukan besi.
Indonesia
Student Leader Camp, bukanlah satu-satunya jalan untuk memperlihatkan pada
wajah dunia bahwa disini, nusantara, masih terdapat emas-emas yang tak akan
berkarat layaknya besi. Namun dalam pandangan saya, ISLC, adalah salah satu
jalan bagi kami para mahasiwa tingkat awal yang baru mengenyam pendidikan
kampus dan belum menjadi sesuatu yang berarti untuk mengabdi kepada bangsa ini.
Malu, jika untaian kata-kata pengabdian dari lirik lagu Bagimu Negeri hanya
tinggal menjadi sebatas syair penyemangat saja. Yang selalu dinyanyikan dengan
sepenuh hati, kemudian tinggal menjadi sebuah penutup essay.
Indonesia
belum akan berubah jika penggerak bangsa ini kelak, masih dininabobokan dengan
lagu-lagu kejayaan bangsa yang lalu. Sudah bukan saatnya lagi hidup dalam dunia
utopia yang entah berada dimana. Kita hidup dalam satu ikatan bakti untuk ranah
pertiwi ini. Jika emas-emas itu masih tertimbun jauh di dalam lumpur, bagaimana
mungkin ia mampu bersaing di pasaran. Jika bukan kita, entah siapa yang akan
peduli dengan nasib bangsa ini ke depannya. Karena, apabila emas sudah mulai
berkarat, apalagi besi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar