Selasa, 18 Desember 2012

Insinyur Sejati Didikan Alam



Bicara soal sosok inspiratif, jika kau tanya aku, siapa lagi yang akan kujawab selain ayahku? Ah, aku bukannya hendak membangga-banggakannya karena tubuhku mengandung setengah dari DNAnya, bukan. Tapi karena memang sosoknya, pribadinya yang akan terus menemani hidupku agar  berusaha sekuat yang aku bisa. Ia bukan sarjana, hanya seorang lulusan SMA yang mencoba bertaruh dengan hidup. Hei, aku enam bersaudara, ditambah dengan sepupu yang kehilangan orang tuanya genap sebelas mulut yang harus beliau beri makan tiap hari tanpa henti. Maka baginya, hidup adalah petarungan. Berangkat kala subuh, lantas pulang saat adzan Isya berkumandang. Baginya hidup adalah kerja keras tanpa henti. Tapi, pernahkah ia mengeluh? Tidak! Tak sekalipun.

Ia adalah pencari ilmu sejati, pejuang ilmu yang tak kenal lelah. Zaha Hadid, Ridwan Kamil ataupun mungkin diakui dunia sebagai arsitek di jamannya. Namun dimataku arsitek yang paling keren tetaplah ayahku. Rumah mungil di sudut Sumatra Barat itu, ia sendiri yang membangunnya. Dengan tangan yang dahulu kerap ia gunakan untuk menggendongku. Sedikit demi sedikit menyatukan potonga-potongan kayu itu menjadi naungan yang menentramkan. Menjadi tempatku berkeluh kesah maupun menertawakan bahagia.

Ia sang ahli mesin, cukup sekali pandang,  mesin-mesin yang kubrowsing dari internet akan sangat cepat berpindah pada sistem logis yang ia gambarkan di bukuku. Jangan tanya soal peternakan, mulai dari peternakan ayam pedaging, ikan kolam air deras hingga ikan air tenang lengkap melingkari gubuk kecil kami. Menjadi penghibur perut yang lapar kala hidup mulai menguji. Ah, apalagi masalah pertanian. Seandainya mampu, akan kunobatkan ayahku sebagai petani sejati. Bukan karena ayah selalu mampu menebak kapan musim bertani yang baik, bukan karena hasil pertanian kami yang selalu melimpah ruah. Sama sekali bukan karena itu. Tak terbilang masa-masa kami harus melawan hama tanaman yang membuas. Tak terhitung masa-masa hasil pertanian hanya cukup memenuhi perut sebulan saja. Ayahku petani sejati karena ia tak pernah mengeluh saat panennya terganggu. Ayah petani sejati karena ia tak pernah menyerah, selalu mencoba tanaman baru untuk dikelola. Ayah petani sejati karena ia pembelajar alam sejati.

Dari sekian banyak hal yang membanggakan dari ayahku, kau tau poin yang paling menginspirasiku darinya? Poin yang menerjemahkan kelelahanku di bangku kuliah ini menjadi penyesalan dan rasa malu yang tak tertahankan. Seberapa sering aku mengeluh di dunia maya? Menyesalkan betapa susahnya hidup menjadi mahasiswa? Mengeluhkan tugas-tugas yang tiada akhirnya? Tak terhitung kawan. Sementara disana, di kaki gunung Pasaman sana ayahku tengah terkantuk kelelahan setelah bertarung seharian. Di tangannya yang terkulai, terbuka lebar buku pertanian yang kubelikan dahulu. Dengan matanya yang mulai kurang awas, mempelajari lagi cara bertani yang lebih baik. Atau kadang, memintaku menjelaskan kembali prinsip kerja listrik, dinamo dan turbin. Katanya ingin membangun PLTA kecil-kecilan di rumah kami. Sayang, sungai yang airnya melimpah di belakang rumah itu tak dioptimalkan. Energy alam yang disia-siakan. Ayah menunjukkanku sebuah pemahaman, ilmu bukan hal yang akan berhenti kau pelajari saat lulus nanti. Meski dunia mengecewakanmu dan kau tak mampu membeli ilmu yang semakin hari semakin mahal itu, maka nak, kau bisa mempelajarinya dengan gratis di alam. Alam adalah kitab ajaib sempurna dimana semua ilmu ditorehkan. Ayahku, hanya lulusan SMA, tapi dimataku ia sempurna Insinyur sejati didikan alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar