Senin, 04 Juli 2011

Persimpangan ini, janjimu Din.


Dulu, dulu sekali sampai-sampai aku lupa kapan tepatnya perbincangan kelabu itu dimulai.
Seorang kawan bertanya padaku, "Apa yang akan kau lakukan saat orang tuamu Dia panggil?"
Aku terdiam agak lama, lamaaa sekali hingga kuputuskan menjawab "Aku ingin, aku dipanggil lebih dulu dari mereka."
Ia tertawa, "Kau terlalu kekanak-kanakan."

Aku takut mati, sungguh takut. Entahlah, mungkin iman ini masih begitu lemah. Sering kubayangkan bagaimana kelak malaikat izrail datang padaku, entah dengan senyuman ataukah dengan pandangan hina.
Aku rindu Dia. Sungguh sungguh rindu.
Aku sering bertanya, kenapa untuk menatapMu Rabb harus kulalui gerbang kematian itu?
Lalu mereka akan memarahiku karena mempertanyakan keputusanMu.
Sungguh, imanku masih lemah.


Kita semua kawan, sedang berjalan menuju kampung halaman kita yang sebenarnya.Kita semuanya akan pulang. 
Dimana Sang Maha Adil menantimu dan menanyaimu.
Dalam perjalanan yang singkat ini, aku selalu bertanya di persimpangan mana aku akan berpisah denganmu?
Entah itu karena aku menggunakan kendaraan yang lajunya lebih cepat ataukah itu engkau.
Kita semua dalam satu arah pulang kawan, hanya cara pulang kita yang selalu menjadi rahasia.

Ternyata Din, di persimpangan inilah kita harus berpisah.
Tak terlalu banyak kisah di antara kita ternyata.
Tapi aku sangat bahagia karena pertemuan pertama kita diawali dengan langkah yang sangat baik.
Pertama kali kusapa dirimu yang malu-malu di Kajian Islam Awal Semester tahun kemaren.
Lalu beranjak lebih dalam di UI SDP itu.
Lalu saat kita sekelas di kelas MPK Agama.
Kau pendiam Din, menurutku. Namun kau tau? Orang pendiam selalu punya kharisma indah. 
Kharisma yang mereka juluki rahasia.

Malam kemaren, saat kutemui dirimu di ranjang bisu itu ingiiiin sekali kupeluk dirimu.
Namun aku takut, raga yang hina ini akan menyakitimu Din.
Kau terdiam disana, dan bahkan aku tak bisa berbuat apa-apa.
Diantara kita memang terlalu sedikit kata-kata Din hingga lidahku kelu untuk memulai percakapan kita.
Aku cuma bisa berkata "Din, cepet sembuh. Ichin kangen."
Lalu kau gerakkan tanganmu yang kugenggam itu.
Aku terlonjak senang. Mungkin ini Allah, yang mereka namakan bahagia itu.

Masih tak percaya aku Din, di persimpangan ini kita berpisah.
Masih dapat kurasakan getarnya tanganmu malam itu. Dan kita telah sepakat melanjutkan pembullyan pada Ipank.
Ternyata kau lebih dulu bersepakat dengan Pemilik Kehidupan ini.
Itu janji Din, janji yang mesti kau penuhi.
Lupakan janji kita.

Kita semua dalam perjalanan pulang Din.
Malam ini sudah saatnya kau temui Ia.
Mungkin saja besok aku atau entah siapa.
Kawanku Nur Fidiini, Sang Cahaya Agama, malam ini telah saatnya kau tepati janjimu.
Belum genap tangan kita berjabat,
Belum sempat mata ini menatap,
Ingin kuungkapkan kata-kata penyesalan,
Namun aku tau, persimpangan ini janjimu Din.

Wahai jiwa yang tenang,
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya.
(Q.S Al Fajr 29-30)


Mengenalmu kawan, adalah ni'mat dari Pemilik Kehidupan.
Jika rindu ini begitu membara Din,
Selalu kuingatkan diri pada janji dari jiwa-jiwa kita.
Kita rancang reuni terindah kita di surgaNya.
:')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar